Pakai Sepatu Jadi Bahan Tertawaan

PERCAYA tidak, sepatu yang saya beli ketika hendak menikah (tahun 1996) masih utuh sampai sekarang. Saya ingat benar, sepatu kulit warna hitam itu saya beli di Toko Favourit kompleks pasar kota Wonogiri (masih ada nggak ya ...). Harganya waktu itu Rp 75 ribu (lumayan mahal hehehehehe ....).

Kenapa bisa awet ? Ya karena jarang dipakai. Belum tentu dua bulan sekali. Saya merasa lebih nyaman memakai sepatu sandal. Baru kalau mau ketemu pejabat yang amat penting atau njagong ke rumah orang penting (haiyak, penting apaan), sepatu itu terpakai. Tahun 2000 saya beli satu lagi sebagai teman. Harganya hanya Rp 100 ribu. Lagi-lagi juga jarang dimanfaatkan.

Malah kalau suatu ketika saya memakai sepatu, misalnya menerima tamu perusahaan, teman-teman jadi heran, kemudian menertawakan.

''Lho, kenapa ketawa ?''

''Sampeyan tampak wagu pakai sepatu. Seperti pemain bola habis cedera engkel,'' ucap salah seorang teman sembari terkekeh.

''Apa iya to. Perasaan biasa-biasa saja ....,'' ujar saya sambil berputar-putar memperhatikan kaki.

''Tuh tuh tuh, benar kan ? Tambah wagu ....''

Ya sudah, lama-lama jadi terbiasa melihat teman-teman tertawa dan merasa aneh saat saya mengenakan sepatu rapi jali. Lebih ngakak lagi kalau saya memakai jas yang belum tentu setahun sekali. Kata mereka, nggak kelihatan elegan tetapi malah seperti orang tersiksa.

Walah, memang saya ini nggak bakat bersepatu, apalagi macem-macem pakai jas segala. Seragam paling cocok adalah jins-T shirt atau polo shirt-sepatu sandal. Sudah, cukup !! Pakai batik pun kurang sreg.

Artikel terkait :