' Kasturi 81 Wadya Bolo PILKADA WONOGIRI

PILKADA WONOGIRI

Wonogiri tumpah darahku.
Disana aku dibesarkan oleh ayah bundaku.
Disana tempat handai tolanku.
Disana berada teman-temanku.

Walaupun saya saat ini tidak domisili di Wonogiri, rasa-rasanya kok tidak afdol kalau tidak ikut nimbrung masalah pilkada Wonogiri yang akan digelar 16 September 2010 yang akan memilih pemimpin 5 tahun kedepan 2010 s/d 2015.

Timbrungan (mas Beno aku gak tahu istilah ini bhs Indonesia atau bukan ya?) ini terutama saya tujukan kepada teman-teman yang masih jadi penduduk Wonogiri, agar tolonglah disukseskan itu pilkada sebatas kapasitasnya masing-masing.

Begini alasan saya;
Dulu waktu saya masih jadi mahasiswa, mungkin akibat program sterilisasi kampus dari segala urusan politik ( kalau tidak salah jaman Mendiknya Prof. Daud Yusuf), saya pribadi dan saya yakin teman-teman semua jadi bersifat masa bodoh dengan politik.
Atau lebih ekstrem lagi, berpendapat mahasiswa atau anak muda yang berpolitik saat itu akan dicap anak yang kurang kerjaan, cari masalah atau anak yang tidak memikirkan masa depan.

Ini terbukti dari sekian teman-teman seangkatan kita, atau beberapa angkatan diatas dan dibawah kita jarang bahkan tidak ada yang jadi politikus.

Akibatnya saya memilih untuk jadi golput, dengan argumen pembenar bahwa memilih adalah suatu hak, sehingga memilih untuk tidak memilih ya hak saya.

Ternyata saya salah total.
Sebagaimana pendapat Nono Anwar Makarim (kalau tidak salah ahli politik), yang berpendapat bahwa ada 5 kesalahan politik yang selama ini kita lakukan.
Kesalahan pertama: Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Ideologi Bangsa dan Negara, Pembukaan UUD 1945 identik Piagam Jakarta.
Kesalahan kedua : Massa agama yang berdemonstrasi mencerminkan kekuatan politik.
Kesalahan ketiga : Bertindak keras ter¬hadap kekerasan massa merupakan pe¬langgaran hak asasi manusia (HAM).
Kesalahan keempat: mengecam pe¬nyimpangan terhadap asas-asas Pancasila berisiko kehilangan dukungan mereka yang dikecam.
Kesalahan kelima : Mengambil sikap un¬tuk "tidak bersikap" adalah bijaksana.

Dari kelima kesalahan tersebut kaitan dengan pilkada Wonogiri kedepan yang menjadi pemikiran saya adalah kesalahan yang kelima, karena kesalahan tersebut adalah yang terbesar dan paling fundamental, karena kata orang bijak mengatakan kerusakan entah lambat atau cepat pasti akan terjadi jika mayoritas berdiam atau tidak bersikap menyaksikan hal-hal yang tidak benar terjadi.

Coba kita bayangkan seandainya 70% atau 80% atau 90% penduduk pemilih Wonogiri tidak bersikap alias tidak memilih atau golongan putih (mereka mencari alasan pembenar dengan menggunakan istilah yang seolah-olah dengan analog putih dan segala turunannya), pasti yang akan terpilih jadi pemimpin kita adalah para petualang-petualang politik, kaum oportunis tulen yang akan menghalalkan segala cara agar terpilih oleh 30% atau 20% atau 10% penduduk pemilih Wonogiri.

Nah, apakah kita mau terima atau mandah begitu saja orang-orang seperti itu terpilih, apakah kita rela orang-orang seperti itu jadi wakil-wakil kita atau bahkan jadi pemimpin Wonogiri kita tercinta?

8 komentar :

  1. Masalahnya kompleks, Mas Yusuf. Calon-calon bupati/wakil bupati yang disahkan KPU itu bukan pilihan rakyat, tetapi pilihan partai politik. Di antara partai politik dan calon ada deal-deal yang ujungnya adalah fulus. Jadi, rakyat sebagai pemilih seperti ''dipaksa'' memilih calon yang sebenarnya bukan pilihannya. Di sinilah dilemanya. Kalau tidak memilih, sayang hanya memberi kesempatan kepada pertualang politik. Kalau memilih, kok ya sayang sebenarnya tidak sreg ! Mengakomodasi calon independen adalah jalan tengah, tetapi sayang sekali hampir tidak ada calon yang cukup kuat di laur independen.

    BalasHapus
  2. mas Beno .....
    untuk periode yang akan datang, rasanya kita sudah siap untuk tetap maju mencalonkan diri lewat jalur Independen kan ......????
    jangan kuatir, aku sudah nduwe celengan babi. sekarang jumlahnya sekitar 121 Milyar.

    JUJUR ... ADIL ... TEGAS ...

    BalasHapus
  3. He he .. Yusuf ki kok malah walik-an karo aku.
    Dulu (jaman reformasi selepas orba) aku paling semangat dengan yg namanya pemilu, baik legislatif maupun eksekutif, berbekal SEMANGAT 45 nyoblos dg harapan demi MEMPERBAIKI BANGSA dan NEGARA. Seiring jalannya waktu, kecewa dg sistem dan kondisi negara yg carut marut .. ditambah dg 'kedudukanku' yg memungkinkan untuk sering berurusan dg SISTEM NEGARA spt DPR, Dephan, TNI, Depkeu, Bapenas, BPK .. memantapkan diriku untuk golput mulai saat ini. Padahal aku dulu (mungkin berpikiran sedikit sama dg Yusuf) .. sempat memberi stigma pd golput adalah ORANG2 YG EGOIS .. mau menikmati negara tanpa mau berperan aktif.
    Apakah diriku ini termasuk orang yg mudah putus asa .. type orang yg pesimistis? .. aku dewe yo bingung .. sudah sampai taraf NDELAH mikir NEGARA walaupun aku juga seorang ABDI NEGARA ..
    Aku bs merasakan cara berpikir mas Beno krn profesi beliau memungkinkan untuk TAHU LEBIH BANYAK daripada saya sejak dulu .. kalau aku baru tersadar sekarang .. he he

    BalasHapus
  4. Paham bahwa pemilihan berlangsung bebas, rahasia dan langsung ternyata tidak 100 benar. Mengapa ? kita tidak BEBAS memilih , karena sudah dipilihkan. sehingga rasanya kita DIPAKSA memilih yang seringkali tidak sepaham dengan kita. Maka ada istilah "minus malum" ( kesalhan yang paling sedikit ) itu berarti yang paling baik dari yang jelek. Sam saja semua jelek.
    Kalau sudah begitu ya manggo terserah sikap kita.......

    BalasHapus
  5. Sebenarnya, kita pernah berharap besar pada partai politik. Organisasi itu benar-benar sebagai kawah candradimuka bagi calon-calon pemimpin, termasuk kepala daerah. Namun sayang sekali, hampir semua partai politik lebih suka mencalonkan orang luar ketimbang kadernya sendiri. Bisa karena tidak punya kader yang mumpuni, bisa pula karena alasan fulus.
    Kalau partai politik sudah tak bisa diharapkan lagi, sebaiknya kita bersama-sama memperkuat jalur independen. Orang yang punya kapabilitas sebagai pemimpin dan mungkin kebetulan tidak punya cukup fulus untuk melamar lewat partai politik, kita angkat dan dukung bersama-sama. Semua terletak pada niat dan keinginan kita, mau apa tidak ? Kalau mau, saya yakin ada calon pemimpin yang lebih kapabel dan kredibel ketimbang calon dari partai politik. Nah, ayo sejak sekarang kita gerakkan dan kita sadarkan masyarakat itu !

    BalasHapus
  6. Saya sependapat dgn mas Beno. Kalau jalur parti pasti harus setor uang, jalur independet kalau didukung rakyat akan kuat. SEkarang kita tinggal cari siapa yang punya panggilan menjadi Kepala Daerah ??? monggo

    BalasHapus
  7. betul betul betul ....
    Tantangan kedepan adalah kita menciptakan suatu sistem yang mengeliminir tampilnya orang2 yang tidak kompeten untul jadi pengambil keputusan baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
    Kalau sekarang kita kan masih taraf trial & error dalam sistem kenegaraan kita.
    Soal celengan babi mas Siswadi 121 milyar saya yakin bukan hasil korupsi kok, bisa dipastikan itu karena dia menang main monopoli dengan anak2nya.

    BalasHapus
  8. @mas Yusuf:
    bukan hasil korupsi mas .....
    tapi aku bar adol sapi karo kebo, buat nyalon Bupati karo mas Beno untuk periode yang akan datang nanti lewat jalur Independent

    BalasHapus