PADA dasarnya saya tidak suka fulitik (bahasa prokem politik). Tapi kalau sekadar membaca selintas-selintas dan mengamati, ya sering, bahkan hampir setiap hari.
Kini, saya asyik memperhatikan kasak-kusuk di kalangan fulitikus setelah pemilu legislatif. Misalnya ada calon capres yang sudah bekoar bahwa dia lebih cepat dan lebih baik.
Namun setelah partainya jeblok ada tanda-tanda dia bakal balik kucing, kembali menjadi orang nomor dua di negeri ini. Apa nggak malu ya, seperti menjilat ludah .......
Ada pula mantan presiden dan militer afkiran yang tampaknya akan berkoalisi untuk membentuk pasangan dan maju ke pemilu presiden, Juni nanti.
Apa tidak malu emak-emak mantan presiden yang secara keras dan kasar mengkritik bantuan langsung tunai (BLT), tetapi kemudian berbalik setelah (mungkin) sadar telah membuat blunder ?
Partai-partai medioker ramai-ramai mencari cantholan agar (barangkali) tetap bisa ikut menikmati kekuasaan, minimal mendapat jatah menteri.
Beberapa pemimpin partai menunjukkan gaya dan bahasa tubuh pongah; apalagi tutur katanya, amat amat pongah ! Seolah dialah yang paling hebat dan tahu.
Apa memang begitu ya perilaku orang-orang partai ?! Tidakkah lebih baik beretika dan santun dalam setiap tindak-tanduk, perbuatan, dan kata-kata ?
Apalah fulitik memang benar ''kotor'', penuh intrik, keji, mencla-mencle, munafik, dan rada-rada ngawur begitu ?
Ah, jika benar demikian, jangan salahkan saya untuk tetap tidak suka pada fulitik dan perilaku orang-orangnya.
Sekali Merdeka, tetap Merdeka.
BalasHapusSelama hayat dikandung badan.
demikian, pejuang sejati bersikap.
Bener Ben, kalo baca koran, liat tv dll semakin hari semakin enek aja baca berita politik. Mereka sudah gak punya malu, mereka hanya mikirin diri sendiri dan golongannya. Mereka minta Pemilu ulang dll. Duit siapa untuk biayain semua itu, mending buat mikirin kesejahteraan rakyat. Kita jadi serba sulit, gak milih salah, kalo milih orang2nya seperti itu. Huuuuuuuuuhhhh mau dikemanain negeri ini. Apa ini yg dinamakan Demokrasi ya??????????? Kalo dilihat bener kita milih buat kasih kerjaan mereka, karena mereka sebenarnya adalah para pencari kerja bukan para pengabdi apalagi pejuang..... masih jauhhhhh
BalasHapusKondisi carut marut,tidak konsisten,egoisme partai,menambah penderitaan Rakyat Kecil.apatisme dimana-mana,merajalela dan akan meluluh lantakkan sendi sendi persatuan negeri ini.Sadarlaahhhhhhhhhh!! bagusan jadi Rocker!! Metal!!
BalasHapusBetul, Mas Bambang Sup, demo-crazy !
BalasHapusItulah .. mendingan sekalian apatis saja atau kalau mau jadi pengamat politik, syaratnya cuma satu : TINGGALKAN AKAL SEHAT!.
BalasHapusTapi yo itu tadi .. pinginnya apatis tapi juga masih nglirak-liriik pingin tahu .. akhirnya yo malah : hoek .. hoek mau mun mun
Atau saya punya usul : salah satu diantara kita (yang track recordnya bagus) nyaleg tapi ga usah modal duit .. minimal DPRD lah terus kita dukung ramai-ramai. Kita buktikan bahwa kalau memang bener2 berkualitas, tanpa duitpun bisa
Iya ya, Mas. Apakah ada di antara teman kita yang nyaleg ya ..... Kita cari informasi deh. Mudah-mudahan bukan kabar buruk yang kita terima, misalnya sudah di RSJ hehehehehehehehehehe ....... Tapi kayaknya kok teman-temin kita cenderung apolitik seperti saya.
BalasHapushari ini di kotaku dampak caleg stress mulai terekspose, ada yang cerai karena habis harta, ada yang kehilangan rumah, ada yang meinta kembali apa yang sudah di kasih ke masyarakat ada yang kuncian di kamar.Habis lamaran kerjanya di tolak,,,,,bkn pengabdian!!!
BalasHapus