Guru RSBI ndesa ngudarasa
Sebenarnya aku mo nunggu sampai sarasehan dan bahkan berbagai hujatan tentang RSBI dari teman2 ini “atus”, sehingga rerasanan saya ini gak terlalu mengganggu laju revolusi pemikiran arus mainstream teman2 di blog ini yang nota bene agak miring semu ndoyong ke sana kemari he.he.he…. Sodara-sodara sebangsa tanah dan sebangsa air, berbicara soal pendidikan memang seperti gak ada habisnya, selagi masih bernafas setiap orang masih mikir pendidikan (dalam artian investasi, proses, inovasi dan lainnya).
Bukan bermangsud menggurui (meskipun panggaotanku guru), tapi mo urun rembug tentang RSBI sejauh yang saya tahu. RSBI dalam gagasan awalnya diarahkan untuk memberi nilai tambah dari sisi kompetensi (bukan biaya) baik bagi sekolah maupun bagi siswa, Secara konsep RSBI adalah sekolah nasional dengan muatan utama Standar Nasional Pendidikan dengan tambahan adopsi dan adaptasi kurikulum negara maju sehingga diharapkan punya daya saing tinggi di tataran Internasional ( kajian Negara maju mana bisa diarahkan Negara OECD atau yang lain dengan kualitas pendidikan lebih maju). Sehingga diharapkan dapat bersaing dengan sekolah-sekolah Internasional yang kian menjamur di berbagai kota.
Tentang kastanisasi sekolah, sesungguhnya kastanisasi itu sudah ada sejak dulu, entah status terdaftar, disamakan, diakui , terdengar ataupun akreditasi A, B, C, C minor , ada juga sekolah favorit, tidak favorit (koes plus, Panbers ) dan lain-lain. Peta klasifikasi sekolah sekarang diarahkan : Sekolah SBI, Sekolah standar Nasional (SSN / SKM) , Sekolah Standard an Sekolah yang non standar.
Bukan bermaksud membela keberadaan RSBI, sekedar sharing tentang RSBI di Wonogiri (kalo di luar wng, aku gak tahu). Kalo ukurannya soal biaya agaknya memang relatif : Di SMA 2 Wonogiri, biaya per bulan 200 ribu (sekolah reguler lain 175 ribu), dana pengembangan 2,75 juta ( sekolah reguler lain 2 juta-an). Tersedia beasiswa bagi 30 siswa miskin berprestasi pertahun 3 juta cash , di samping itu ada beasiswa BKM. Sekali lagi bukan sebagai pembenaran, tempe goring saja satu potong sudah seribu, dengan laju inflasi 10% tentu lebih mahal lagi…apalagi ini menyangkut investasi pendidikan dan masa depan anak, yang menurut saya jauh lebih penting adalah adanya pengawasan dari kita tentang transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran sekolah..
Dari fasilitas pembelajaran dan sarana ICT tentu saya merasakan lebih baik, kalo dari sisi kualitas guru agaknya memang ukurannya relatif, karena semuanya terpulang pada oknumnya, mo berkembang apa gak . Label RSBI itu khan diberikan ketika sekolah negeri seperti kami ini sudah punya guru, karyawan yang mind set-nya juga beragam, bagi yang sudah mo pension tentu gak antusias lagi mikir mahir ICT, bahasa Inggris, curriculum adapted dan lain-lain, kalo yang muda sebagian besar masih cukup semangat untuk adanya improvement. Jadi soal peningkatan SDM juga jadi perhatian serius, bukan soal sarana prasarana thok kok. Kalopun hasilnya belum optimal, yah…namanya juga usaha…toh kota Roma juga tidak dibangun dalam satu hari...
Soal evaluasi kinerja, RSBI juga dievaluasi setiap tahun dengan 200 butir penilaian yang mencakup SNP dan nilai tambah sekolah, prestasi dan lain sebagainya. Kalo bicara soal produk memang variabelnya cukup kompleks mulai kualitas input, sarana prasarana, guru dan berbagai variabel lain. Artinya secara hasil, gak ada jaminan bahwa sekolah di RSBI pasti sukses, RSBI menurut pemahaman saya memang terutama untuk mengkondisikan agar siswa dapat terkelola lebih baik, punya niai tambah, naluri kompetisi tinggi dan gak culun-culun amat. Menurut pengamatan saya kultur orang kita khan terbiasa punya mind set “3 sa” : dipaksa, terpaksa dan akhirnya biasa.
Soal kesempatan kuliah di luarnegeri, tahun ini 2 orang anak SMA 2 Wonogiri mendapat beasiswa dari yayasan Pasiad untuk kuliah di Ankara, Turki mereka berdua anak petani dan sopir omprengan dari Girimarto dan Jatiroto. Ini salah satu sisi positif yang dapat saya ambil tentang RSBI, tentang pentingnya jejaring Internasional dan bahwa bukan hanya anak orang kaya yang bisa kuliah di luar negeri.
Semua upaya di bidang pendidikan termasuk program RSBI memang baru proses awal yang selalu memerlukan penyempurnaan, semuanya membutuhkan waktu , usaha dan dana yang tidak sedikit untuk membangun dunia pendidikan di negeri ini. Kualitas pendidikan saya pikir perlu mendapat proporsi lebih pada waktu2 ini, konsekuensi logisnya perlu berbagai inovasi yang membangun. Sekian dulu rerasanan saya , mohon maaf jika kita masih ada belum bisa sepaham.
Sodara-sodara sebangsa tanah dan sebangsa air, percayalah masih ada kok orang-orang di dunia pendidikan (guru) yang punya idealisme tentang masa depan anak bangsa dan bukan hanya berpikir soal komersialisasinya.
Salam Pendidikan.
0 komentar " Guru RSBI ndesa ngudarasa ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar