' Kasturi 81 Wadya Bolo RSBI dan Lain-Lain Itu .....

RSBI dan Lain-Lain Itu .....


Sebenar-benarnya, saya juga masih ''bingung'' atas istilah rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan lain-lain itu. Meski katanya hal itu merupakan amanat UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, kok rasa-rasanya menciptakan ''kasta'' dalam pendidikan. 

Dulu, kita disibukkan oleh sekolah favorit dan nonfavorit, sekolah kota dan sekolah ndesa. Sekarang, ada istilah yang mirip-mirip nama rumah sakit bersalin (RSBI=rumah sakit bersalin internasional hehehehehehe .....). 

Mungkin, semangatnya baik, yakni mengategorisasi sekolah-sekolah berdasarkan kemampuan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar serta kondisi fisik atau fasilitasnya. Tetapi dampaknya di masyarakat lebih berkaitan dengan ''gengsi''. Ada ''gengsi'' tersendiri kalau bisa memasukkan anaknya ke RSBI atau bahkan yang sudah SBI. 

Dampak ikutan lainnya adalah biaya yang jadi gila-gilaan. Ono rego ono rupo, ada permintaan ada penawaran ..... persis hukum ekonomi atau hukum pasar ! Saya melihat, dunia pendidikan kian terbelah, terjebak pada dikotomi-dikotomi, serta terus terang ..... semangkin ruwet wet !! Kalau pun saya memasukkan anak ke SMP RSBI, hanya kebetulan saja statusnya demikian. Selain keinginan si anak, saya cuma memperhatikan kualitasnya secara menyeluruh, tidak peduli RSBI atau apalah sebutan statusnya. 

Bahkan, sebenarnya saya pengin anak-anak saya masuk sekolah yang lebih egaliter dan menghargai kreativitas, bukan menghargai duit orang tua murid hahahahahahaha !! Ada sekolah alam, ada sekolah alternatif, ada pula homeschooling

Jadi, ayo berdiskusi mengenai pendidikan yang rasanya mangkin jauh dari prinsip ''pendidikan'' di negeri kita ini. Terutama teman-temin yang berprofesi sebagai guru ........

9 komentar :

  1. Peminat masuk Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) SMAN 3 Bandung, melalui seleksi terbuka cukup tinggi. Sebanyak 1.278 peserta lolos verfikasi dan mengikuti tes tertulis, di kampus Itenas, Jln. P.H.H. Mustofa, Senin (24/5). Para peserta tes ini pun tidak hanya pelajar Indonesia, tapi ada pula warga negara Indonesia yang belajar di Riyadh, Arab Saudi.
    RSBI sungguh menjadikan dunia pendidikan semakin gonjang ganjing, ada sebagian yang mendesak RSBI di sekolah negeri untuk dibubarkan karena RSBI dinilai sebagai bentuk komersialisasi pendidikan dan tidak memberikan implikasi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, justru lebih banyak diarahkan sebagai alat komersialisasi pendidikan yang memberatkan orangtua siswa.
    istilah kasarnya RSBI itu hanya merupakan KEDOK untuk mengeruk keuntungan didunia pendidikan.
    Menurut aku pemberian label RSBI sebenarnya juga perlu asal disesuaikan dan dibarengi dengan peningkatan mutu dan fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang jadi masalah bagaimana nasib anak anak yang otaknya encer (kaya mas Beno jaman sekolah dulu) tapi orang tuanya miskin atau kurang mampu??? sebagai contoh di SMA 3 Bandung (RSBI) untuk SPP tiap bulannya 500 ribu rupiah.
    benar ada anggaran 20% APBN dialokasikan untuk pendidikan, apa sudah benarkah penerapannya????
    jujur saya sendiri masih sanksi dengan RSBI disekolah negeri, KECUALI diberlakukan disekolah swasta baru MUNGKIN.
    Saya pernah menemukan sekolah Swasta di daerah Lampung Tengah (SD. SMP. dan SMA Yayasan GPM : GULA PUTIH MATARAM) yang belum pernah aku temukan didaerah manapun.
    disana sarana dan prasarana serba mewah dan hueeeebat tenan, bahasa sehari harinya menggunakan bahasa Inggris, sekolahnya gratis tidak dipungut biaya sepeserpun, bahkan lulusannya ke UGM, ITB dan UI setiap tahunnya tidak kurang dari 50 siswa juga gratis semuanya dibiayai perusahaan.
    Mungkin menurut aku yang orang awam dan tidak pandai (istilahku culun) barangkali sekolah yang seperti ini layak untuk mendapatkan LABEL ER ES BE I (RSBI)
    cuma sayang...... teman temin tidak akan bisa menyekolahkan putra putrinya ke Yayasan GPM tersebut karena hanya dikhususkan buat putra putri karyawan pabrik gula tersebut, yang notabene disana banyak anak anak petani tebu yang pinter dan encer otak'e serta mendapatkan pendidikan yang sangat baik dan tentunya saya yaqin pendidikan seperti ini yang banyak diharapkan sebagian besar orang tua termasuk aku dan penjenengan semua .....
    Ayo ..... majulah dunia pendidikan Indonesia !!!

    BalasHapus
  2. mas Beno .....
    saya sangat senang dengan artikel penjenengan yang seperti ini, karena akan dapat menggali dan membuka wacana serta ide ide untuk kita berdiskusi, apalagi banyak teman teman kita yang berkecimpung didunia pendidikan tentunya sangat kita harapkan pendapat dan pemikirannya.
    klo aku yang jadi PETANI kecil dan tiap hari selalu pergi kesawah dengan sangu pacul dan arit sebenarnya tidak pas untuk ber comment, tapi saya peduli dengan dunia pendidikan terutama untuk kemajuan 2 jagoanku ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi nantinya, biar nanti nggak jadi petani koyo bapak'e

    BalasHapus
  3. Liberalisasi merambah kemana-mana .. tak terkecuali sampai ke dunia pendidikan. Bagaimana nasib anak yg otak-e encer tp ortunya kekurangan .. soale -menurut pengamatanku- banyak juga anak yg otak-e encer plus ortunya berkecukupan. Aku pernah ngobrol sama dosen2 di UGM dan ITB .. anak yg seperti ini juga banyak, sudah kaya, fasilitas belajar OK, otak anak-e encer. Yen ra percoyo takon-a pakdhe Sus lan budhe Min sbg praktisi pendidikan. Ra percoyo maneh takon-e budhe Evi Arsiyanti yg anak-e baru masuk ke SMA 3 Solo RSBI .. soale diterima bareng dan sak kos karo ponakanku. Entek piro budhe? .. he he. Lagi2 bener kata mas Beno .. pepatah Betawi : lu jual gue beli .. ada permintaan ada penawaran.
    Jadi akhirnya (mengutip Satria Bergitar) .. yg kaya makin kaya yg miskin makin miskin. Luwih ciloko maneh .. wis mlarat tur kethul!

    BalasHapus
  4. Jadi kalo disimpulkan ato diringkes lan digarisbawahi menurut utekku sing kethul iki, bahwa jaman saiki iku jamane pengkotak-kotakan, pengelompokan, sing encer ngumpul karo sing encer, sing sugih ngumpul karo sing sugih. Lha sing ciloko wes kethul mlarat maneh, kumpulane sapa no...?

    BalasHapus
  5. @Dimas setyo :
    nuwun sewu Dimas, panci wonten empere ngendikanipun penjenengan Di, mekaten ugi pemikiran CULUN dalem.
    membuat peta untuk mengkotak kotakan ato mengelompokkan sistem pendidikan.
    yang sudah sangat jelas bertentangan dengan UUD'45 pasal 31. ayat 1-4 (ayo do bukak'en buku pintermu ....!!!!!!)
    kalo hal itu terealisasi yang sekarang sudah makin jelas terwujud, bagaimana nasib generasi penerus yang otak'e jelas encer tapi wong tuwane kere (alias mlarat rat rat ......)
    sudah jelas ngga' akan bisa kumpul dengan anak yang otak'e encer tapi anak'e wong sugih mblegedhu .....
    ayo teman teman yang berkecimpung didunia pendidikan...... bagaimana solusi dan pendapat penjenengan semua untuki menanggulangi masalah seperti ini ???????
    sekedar info satu kursi untuk SMA 3 Bandung yang ber RSBI sumbangan pendidikan tahun ajaran sekarang berkisar 20 juta rupiah ....

    BalasHapus
  6. Usulku mung siji, bubarke wae kementerian pendidikan sing ora becus ngurus pendidikan. Ganti liyane !

    BalasHapus
  7. @mas Beno:
    wah ..... lha nek gur arep disimpulke ngono, mending aku rasah kakehan comment wit maw esuk.
    tiwas lambeku nganti njeber ora ono sing do ngewangi comment gur dulurq lanang Dimas Setyo Ciptono thok.
    Yo wis sesuk tak bubarke wae Dinas sing ora becus ngurusi pendidikan.
    Dinas opo maw mas Beno....????
    Dinas Pitik ..... hehehehe

    BalasHapus
  8. Kula cuocok sanget Kang Mas/Kang Mbakyu Mela kaliyan penggalihan panjenengan, institusi ingkang ngurusi pendidikan menika pun bibaraken kemawon, amargi boten becus ngayahi wajib utawi nyambut damel.
    Sumangga menawi badhe pun bibaraken kulo asung donga mugi Gusti ingka akariya jagat paring idi palilah, nuwun.

    BalasHapus
  9. "RSBI Picu Kesenjangan Sosial"

    Kebijakan pemerintah tentang berdirinya sejumlah sekolah bertitel RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) perlu ditinjau ulang. Keberadaan RSBI ditengarai bisa memicu kesenjangan sosial.
    Demikian disampaikan Ketua Persatuan Guru dan Karyawan Swasta Indonesi, Jawa Tengah Muh. Zen ADV. "Keberadaan sekolah semacam ini justru menimbulkan kesenjangan antara masyarakat yang mampu dan kurang mampu secara ekonomi. Ini perlu ditinjau ulang," katanya.
    Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah ini mengatakan, untuk bisa masuk sekolah di RSBI, orang tua calon murid harus mengeluarkan biaya tinggi. Bahkan tak jarang terjadi tawar menawar antara orang tua dengan sekolah. Hal ini yang menyebabkan hanya siswa yang mampu secara ekonomi yang dapat bersekolah. Dan patut disayangkan ternyata banyak sekolah justru berloma-lomba untuk mengubah statusnya dari sekolah umum menjadi rintisan sekolh bertaraf internasional.
    "Mernurut saya RSBI bukan rintisan sekolah bertaraf internasional, tapi rintisan sekolah bertarif internasional. Apalagi sejauh ini juga tidak ada standar yang jelas tentang keberadaan sekolah semacam ini," ucap politisi dari PKB ini.
    Agar tidak terjadi kesenjangan di dunia pendidikan, menurutnya, maka kberadaan rintisan sekolah bertaraf internasional ini harus ditinjau ulang. Dan langkah pertama yang dilakukan adalah merevisi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, persisnya pasal 50.
    Tanpa standarisasi yang jelas, justru sekolah itu menjadi sekolah tanpa standar," katanya.
    Sekretaris Komisi E DPRD Jawa Tengah Mahmud Mahfudz mengatakan, keberadaan RSBI memang harus dicermati. Hal yang paling penting dicermati adalah pengakomodasian siswa kurang mampu untuk dapat menempuh pendidikan. Dalam aturan dijelaskan bahwa RSBI harus mengakomodasi sekita 10 persen siswa kurang mampu, dari keseluruhan murid yang diterima," katanya.
    ( Meteor, Kamis 3 Juni 2010, hal 2 )

    BalasHapus